Perangkat yang Digunakan Perbankan Syariah dalam Mengelola Likuiditas
1.
Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS)
Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) adalah kegiatan investasi jangka pendek dalam
Rupiah antar perserta pasar berdasarkan prinsip mudharabah. Pasar
Uang Antarbank Syariah menggunakan instrumen IMA (Investasi Mudharabah
Antarbank) yang berjangka wakti maksimum 90 hari, yang diterbitkan oleh kantor
pusat Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS) Bank Konvensional. Sertifikat ini digunakan sebagai
sarana untuk memperoleh dana dengan prinsip mudharabah.
Terdapat ketentua IMA, antara lain :
¢ Pemindahtanganan sertifikat IMA
hanya dapat dilakukan oleh bank penanam dana pertama, sedangkan bank penanam
dana kedua tidak diperkenankan untuk memindahtangankan sertifikat tersebut pada
bank lain sampai akhir jangka waktu.
¢ Besarnya imbalan sertifikat IMA yang
dibayarkan pada awal bulan dihitung atas dasar tingkat realisasi imbalan
deposito investasi mudharabah pada bank penerbit sebelum didistribusikan
sesuai dengan jangka waktu penanam.
Jangka waktu sertifikat IMA = tingkat imbalan yang digunakan 1 hari s/d
20 hari
deposito investasi mudharabah
1 bulan, 31 s/d 90 hari investasi mudhabarah 3 bulan.
Di mana : X = besarnya imbalan yang diberikan kepada bank penanam dana.
P = nilai nominal investasi.
R= tingkat realisasi imbalan deposito
investasi mudharabah.
T = jangka waktu investasi.
k = nisbah bagi hasil untuk bank penanam
modal.
2.
Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI).
Sertifikat ini diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter
dalam
rangka pelaksanaan operasi pasar terbuka berdasarkan prinsip syariah
dapat
berjalan dengan baik. Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia adalah sebagai bukti
penitipan dana berjangka waktu pendek berdasarkan prinsip wadi’ah.
Ketentuan SWBI,
antara lain :
¢ Jumlah dana yang dititipkan
sekurang-kurangnya Rp 500.000.000,- dan selebihnya dengan kelipatan Rp
50.000.000,- jangka waktu SWBI satu minggu, dua minggu dan satu bulan yang
dinyakatakan dalam jumlah hari.
¢ Bank Indonesia memberikan bonus
kepada bank dan Unit Usaha Syariah pada saat jatuh tempo . Besarnya bonus akan
dihitung dengan menggunakan acuan tingkat indikasi imbalan PUAs, yaitu :
rata-rata tertimbang dari tingkat indikasi imbalan sertifikat IMA yang terjadi
di PUAS pada tanggal penitipan.
RISIKO-RISIKO
PERBANKAN SYARIAH
PERBANKAN SYARIAH
1.
Risiko Likuiditias.
Risiko likuiditas adalah risiko yang berkaitan dengan ketidakmampuan bank
dalam memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo.
Rasio likuiditas dapat dikategorikan, antara lain :
¢ Rasio likuiditas pasar, yaitu : rasio yang timbul
karena bank tidak mampu melakukan offsetting posisi tertentu dengan
harga pasar yang karena kondisi likuditas pasar yang tidak memadai atau terjadi
gangguan di pasar (market disruption).
¢ Rasio likuiditas pendanaani, yaitu : risiko yang timbul karena bank tidak
mampu mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana lain.
Salah satu penyebab kepailitan / kebangkrutan suatu bank karena
ketidakmampuannya dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya.
Besar kecilnya suatu risiko sangat bergantung pada 4 hal, antara lain :
¢ Kecermatan perencanaan arus kas (cash
flow) berdasarkan prediksi pembiayaan dan prediksi pertumbuhan dana,
termasuk mencermati tingkat fluktuasi dana.
¢ Ketetapan dalam mengatur struktur
dana, termasuk kecukupan dana-dana non-LPS.
¢ Ketersediaan aset yang siap
dikonversikan menjadi kas.
¢ Kemampuan menciptakan akses ke pasar
antarbank atau sumber dana lainnya. Termasuk fasilitas lender of last resort.
2.
Risiko Kredit (Credit Risk).
Risiko kredit adalah risiko yang terjadi akibat kegagalan
pihak lawan
(counterparty) dalam memenuhi kewajibannya, tidak bisa memperoleh
kembali
Cicilan pokok dan / atau bunga dari pinjaman yang diberikannya atau
investasi
yang sedang dilakukannya.
Risiko kredit dapat ditekan dengan cara memberikan batas wewenang
keputusan kredit
bagi setiap aparat perkreditan berdasarkan kemampuannya dan batas jumlah
kredit yang
dapat diberikan pada perusahaan atau usaha tertentu dan melakukan diversifikasi.
Penyebab utama risiko ini adalah bank terlalu mudah memberikan pinjaman atau
melakukan investasi. Hal ini dilakukan semata-mata untuk memanfaatkan kelebihan
likuiditas, sehingga penilaian kredit kurang cermat.
3.
Risiko Modal (Capital Risk).
Risiko modal merefleksikan target leverage yang dipakai oleg bank. Salah satu
fungsi modal adalah melindungi para penyimpan dana terhadap kerugian
yang terjadi
pada bank.
Risiko modal sangat terkait dengan kualitas aset. Bank menggunakan
sebagian besar
dananya pada aset yang berisiko perlu memiliki modal penyangga yang
besar untuk
sandaran apabila kinerja aset-asetnya tidak baik.
KENDALA PENGEMBANGAN
BANK SYARIAH
BANK SYARIAH
¢ Sumber Daya Manusia. Maraknya perbankan syariah di
Indonesia tidak diimbangi dengan sumber daya manusia yang memadai, terutama SDM
yang memiliki latar belakang pengetahuan dalam bidang perbankan syariah.
¢ Belum Terpenuhinya Peraturan
Pemerintah di Bidang Perbankan Syariah. Walaupun pasca krisis pembahasan
Undang-Undang (UU) Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, namun upaya untuk merealisasikan
UU yang lebih komprehensif belum begitu komprehensif. Maka, setidaknya UU mampu
menginterpretasikan perkembangan Bank Syariah di masa depan di mana
perkembangan Bank Syariah memerlukan proses perbaikan secara bertahap.
¢ Kurangnya Akademisi Perbankan
Syariah. Sementara
ini, banyak pendidikan yang lebih berorientasi pada pengenalan ekonomi
konvensional daripada ekonomi Islam, yang pada gilirannya perhatian terhadap
ekonomi Islam khususnya perbankan Islam terabaikan dan kurang mendapatkan perhatian.
¢ Kurangnya Sosialisasi kepada
Masyarakat tentang Keberadaan Bank syariah secara Menyeluruh. Sosialisasi tersebut tidak sekadar
untuk memperkenalkan keberadaan bank syariah, tetapi juga mencakup mekanisme,
produk bank syariah dan instrumen keuangan lainnya.
STRATEGI PENGEMBANGAN
BANK SYARIAH
BANK SYARIAH
Upaya pengembangan Bank Syariah ke depan memerlukan strategi, antara lain :
¢ Peningkatan Kualitas Sumber Daya
Manusia di Bidang Perbankan Syariah. Salah satunya perlu mengembangkan sistem
pendidikan yang mengintegrasikan teori dan praktik perbankan syariah dalam
rangka meningkatkan integritas bank syariah di tengah-tengah masyarakat.
¢ Perlunya Upaya-Upaya yang Lebih
Progresif dari Semua Pihak yang Concern terhadap Keberadaan dan
Pengembangan Bank Syariah Baik dari Kalangan Pemerintah, Ulama maupun Praktisi
Perbankan terutama dari Kalangan Akademisi.
¢ Memberikan Kesempatan Seluas-luasnya
kepada Bank Konvensional untuk Membuka Kantor Cabang Syariah yang Mampu secara
Legalitas dan Material untuk Mendirikan Bank Umum Syariah di Seluruh Pelosok
Negeri.
PENGEMBANGAN
BANK SYARIAH
BANK SYARIAH
Prinsip-Prinsip Pokok Pengembangan Bank Syariah, antara lain :
¢ Pengembangan jaringan Bank Syariah
diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar, yaitu interaksi antara masyarakat
dan investor. Bank
Indonesia berperan dalam menciptakan perangkat ketentuan perbankan yang dapat
mendukung terlaksananya kegiayan usaha Bank Syarah yang sehat, efisien dan
sejalan dengan prinsip syariah.
¢ Pengaturan dan pengembangan Bank
Syariah dilaksanakan dengan perlakukan yang sama (equal treatment)
antara Bank Syariah yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan perlakuan hanya boleh dilaksanakan
dalam rangka memenuhi prinsip-prinsip syariah karena perbedaan secara nature.
¢ Pengembangan perbankan syariah baik
dari sisi kelembagaan maupun pengaturan dilaksanakan secara bertahap dan
berkelanjutan (gradual and sustainable approach).
¢ Pengaturan dan pengembangan
perbankan syariah menganut prinsip universalitas sesuai dengan nilai dasar
Islam, yaitu rahmatan lil alamin. Dengan demikian, semua lapisan masyarakat
mempunyai kesempatan untuk turut serta mengembangan Bank Syariah, tidak
terbatas pada masyarakat Muslim. Asalkan tetap taat pada prinsip-prinsip
syariah dalam pelaksanaannya baik akad maupun kegiatannya.
¢ Mengedepankan nilai-nilai dan
moralitas Islam, seperti shiddiq, istiqamah, tabliq, amanah dan fathanah. Nilai-nilai tersebut harus selalu
menjadi dasar dalam pengaturan dan pengembangan Bank Syariah.
STRUKTUR PENGAWASAN
BANK SYARIAH
BANK SYARIAH
Berdasarkan Undang-Undang Perbankan yang ditindaklanjuti dengan Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR dan Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR, pengawasan terhadap Bank Syariah
dilakukan secara rangkap, berupa :
1. Pengawasan Umum.
Pengawasan umum terhadap Bank Syariah dilakukan oleh Bank Indonesia sama
seperti
Bank Konvensional pada umumnya. Bank Indonesia bertindak mengawasi Bank
Syariah selaku pemegang otoritas pembina dan pengawas bank. Di samping
itu, secara
internal Bank Syariah diawasi pula oleh Dewan Komisaris, Dewan Pengawas
atau
Pengawas Bank lainnya.
2. Pengawasan Khusus.
Pengawasan khusus terhadap Bank Syariah dilakukan oleh Dewan Syariah
Nasional
(DSN) dan Dewan
Pengawas Syariah (DPS) yang terdapat pada setiap bank yang
menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah.
Fungsi Dewan Syariah Nasional (DSN), antara lain :
¢ Mengawasi produk-produk lembaga
keuangan syariah agar sesuai dengan syariah.
¢ Meneliti dan memberi fatwa bagi
produk-produk yang dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah.
¢ Memberikan rekomendasi para ulama
yang ditugaskan sebagai Dewan Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan
syariah.
¢ Memberikan teguran kepada lembaga
keuangan syariah jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan
yang telah ditetapkan.
¢ Mengawasi kegiatan usaha Bank
Syariah agar sesuai dengan prinsip syariah.
¢ Membentuk pernyataan secara berkala
(biasanya tiap tahun) bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan
ketentuan syariah.
¢ Meneliti dan membuat rekomendasi
produk baru dari bank yang diawasinya,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar