Laman

12 Jan 2012

perbankan syariah 1


Perangkat yang Digunakan Perbankan Syariah dalam Mengelola Likuiditas
1.       Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS)
Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) adalah kegiatan investasi jangka pendek dalam Rupiah antar perserta pasar berdasarkan prinsip mudharabah. Pasar Uang Antarbank Syariah menggunakan instrumen IMA (Investasi Mudharabah Antarbank) yang berjangka wakti maksimum 90 hari, yang diterbitkan oleh kantor pusat Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS) Bank Konvensional. Sertifikat ini digunakan sebagai sarana untuk memperoleh dana dengan prinsip mudharabah.

Terdapat ketentua IMA, antara lain :
¢  Pemindahtanganan sertifikat IMA hanya dapat dilakukan oleh bank penanam dana pertama, sedangkan bank penanam dana kedua tidak diperkenankan untuk memindahtangankan sertifikat tersebut pada bank lain sampai akhir jangka waktu.
¢  Besarnya imbalan sertifikat IMA yang dibayarkan pada awal bulan dihitung atas dasar tingkat realisasi imbalan deposito investasi mudharabah pada bank penerbit sebelum didistribusikan sesuai dengan jangka waktu penanam.

Jangka waktu sertifikat IMA = tingkat imbalan yang digunakan 1 hari s/d 20 hari
deposito  investasi mudharabah 1 bulan, 31 s/d 90 hari investasi mudhabarah 3 bulan.

                                              
Di mana : X = besarnya imbalan yang diberikan kepada bank penanam dana.
                                   P = nilai nominal investasi.
                                   R= tingkat realisasi imbalan deposito investasi mudharabah.
                                   T = jangka waktu investasi.
                                   k = nisbah bagi hasil untuk bank penanam modal.


2.       Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI).

Sertifikat ini diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dalam
rangka pelaksanaan operasi pasar terbuka berdasarkan prinsip syariah dapat
berjalan dengan baik. Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia adalah sebagai bukti
penitipan dana berjangka waktu pendek berdasarkan prinsip wadi’ah.

Ketentuan SWBI, antara lain :
¢  Jumlah dana yang dititipkan sekurang-kurangnya Rp 500.000.000,- dan selebihnya dengan kelipatan Rp 50.000.000,- jangka waktu SWBI satu minggu, dua minggu dan satu bulan yang dinyakatakan dalam jumlah hari.
¢  Bank Indonesia memberikan bonus kepada bank dan Unit Usaha Syariah pada saat jatuh tempo . Besarnya bonus akan dihitung dengan menggunakan acuan tingkat indikasi imbalan PUAs, yaitu : rata-rata tertimbang dari tingkat indikasi imbalan sertifikat IMA yang terjadi di PUAS pada tanggal penitipan.

RISIKO-RISIKO
PERBANKAN SYARIAH
1.       Risiko Likuiditias.

Risiko likuiditas adalah risiko yang berkaitan dengan ketidakmampuan bank
dalam memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo.
Rasio likuiditas dapat dikategorikan, antara lain :
¢  Rasio likuiditas pasar, yaitu : rasio yang timbul karena bank tidak mampu melakukan offsetting posisi tertentu dengan harga pasar yang karena kondisi likuditas pasar yang tidak memadai atau terjadi gangguan di pasar (market disruption).
¢  Rasio likuiditas pendanaani, yaitu  : risiko yang timbul karena bank tidak mampu mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana lain.

Salah satu penyebab kepailitan / kebangkrutan suatu bank karena
ketidakmampuannya dalam memenuhi kebutuhan likuiditasnya.
Besar kecilnya suatu risiko sangat bergantung pada 4 hal,  antara lain :
¢  Kecermatan perencanaan arus kas (cash flow) berdasarkan prediksi pembiayaan dan prediksi pertumbuhan dana, termasuk mencermati tingkat fluktuasi dana.
¢  Ketetapan dalam mengatur struktur dana, termasuk kecukupan dana-dana non-LPS.
¢  Ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas.
¢  Kemampuan menciptakan akses ke pasar antarbank atau sumber dana lainnya. Termasuk fasilitas lender of last resort.


2.       Risiko Kredit (Credit Risk).

Risiko kredit  adalah risiko yang terjadi akibat kegagalan pihak lawan
(counterparty) dalam memenuhi kewajibannya, tidak bisa memperoleh kembali
Cicilan pokok dan / atau bunga dari pinjaman yang diberikannya atau investasi
yang sedang dilakukannya.
Risiko kredit dapat ditekan dengan cara memberikan batas wewenang keputusan kredit
bagi setiap aparat perkreditan berdasarkan kemampuannya dan batas jumlah kredit yang
dapat diberikan pada perusahaan atau usaha tertentu  dan melakukan diversifikasi.
Penyebab utama risiko ini adalah bank terlalu mudah memberikan pinjaman atau
melakukan investasi. Hal ini dilakukan semata-mata untuk memanfaatkan kelebihan
likuiditas, sehingga penilaian kredit kurang cermat.


3.       Risiko Modal (Capital Risk).

Risiko modal merefleksikan target leverage yang dipakai oleg bank. Salah satu
fungsi modal adalah melindungi para penyimpan dana terhadap kerugian yang terjadi
pada bank.
Risiko modal sangat terkait dengan kualitas aset. Bank menggunakan sebagian besar
dananya pada aset yang berisiko perlu memiliki modal penyangga yang besar untuk
sandaran apabila kinerja aset-asetnya tidak baik.


KENDALA PENGEMBANGAN
BANK SYARIAH
¢  Sumber Daya Manusia. Maraknya perbankan syariah di Indonesia tidak diimbangi dengan sumber daya manusia yang memadai, terutama SDM yang memiliki latar belakang pengetahuan dalam bidang perbankan syariah.
¢  Belum Terpenuhinya Peraturan Pemerintah di Bidang Perbankan Syariah. Walaupun pasca krisis pembahasan Undang-Undang (UU) Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, namun upaya untuk merealisasikan UU yang lebih komprehensif belum begitu komprehensif. Maka, setidaknya UU mampu menginterpretasikan perkembangan Bank Syariah di masa depan di mana perkembangan Bank Syariah memerlukan proses perbaikan secara bertahap.
¢  Kurangnya Akademisi Perbankan Syariah. Sementara ini, banyak pendidikan yang lebih berorientasi pada pengenalan ekonomi konvensional daripada ekonomi Islam, yang pada gilirannya perhatian terhadap ekonomi Islam khususnya perbankan Islam terabaikan dan kurang mendapatkan perhatian.
¢  Kurangnya Sosialisasi kepada Masyarakat tentang Keberadaan Bank syariah secara Menyeluruh. Sosialisasi tersebut tidak sekadar untuk memperkenalkan keberadaan bank syariah, tetapi juga mencakup mekanisme, produk bank syariah dan instrumen keuangan lainnya.

STRATEGI PENGEMBANGAN
BANK SYARIAH
Upaya pengembangan Bank Syariah ke depan memerlukan strategi, antara lain :
¢  Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia di Bidang Perbankan Syariah. Salah satunya perlu mengembangkan sistem pendidikan yang mengintegrasikan teori dan praktik perbankan syariah dalam rangka meningkatkan integritas bank syariah di tengah-tengah masyarakat.
¢  Perlunya Upaya-Upaya yang Lebih Progresif dari Semua Pihak yang Concern terhadap Keberadaan dan Pengembangan Bank Syariah Baik dari Kalangan Pemerintah, Ulama maupun Praktisi Perbankan terutama dari Kalangan Akademisi.
¢  Memberikan Kesempatan Seluas-luasnya kepada Bank Konvensional untuk Membuka Kantor Cabang Syariah yang Mampu secara Legalitas dan Material untuk Mendirikan Bank Umum Syariah di Seluruh Pelosok Negeri.


PENGEMBANGAN
BANK SYARIAH
Prinsip-Prinsip Pokok Pengembangan Bank Syariah, antara lain :
¢  Pengembangan jaringan Bank Syariah diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar, yaitu interaksi antara masyarakat dan investor. Bank Indonesia berperan dalam menciptakan perangkat ketentuan perbankan yang dapat mendukung terlaksananya kegiayan usaha Bank Syarah yang sehat, efisien dan sejalan dengan prinsip syariah.
¢  Pengaturan dan pengembangan Bank Syariah dilaksanakan dengan perlakukan yang sama (equal treatment) antara Bank Syariah yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan perlakuan hanya boleh dilaksanakan dalam rangka memenuhi prinsip-prinsip syariah karena perbedaan secara nature.
¢  Pengembangan perbankan syariah baik dari sisi kelembagaan maupun pengaturan dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutan (gradual and sustainable approach).
¢  Pengaturan dan pengembangan perbankan syariah menganut prinsip universalitas sesuai dengan nilai dasar Islam, yaitu rahmatan lil alamin. Dengan demikian, semua lapisan masyarakat mempunyai kesempatan untuk turut serta mengembangan Bank Syariah, tidak terbatas pada masyarakat Muslim. Asalkan tetap taat pada prinsip-prinsip syariah dalam pelaksanaannya baik akad maupun kegiatannya.
¢  Mengedepankan nilai-nilai dan moralitas Islam, seperti shiddiq, istiqamah, tabliq, amanah dan fathanah. Nilai-nilai tersebut harus selalu menjadi dasar dalam pengaturan dan pengembangan Bank Syariah.

STRUKTUR PENGAWASAN
BANK SYARIAH   
Berdasarkan Undang-Undang Perbankan yang ditindaklanjuti dengan Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR dan Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR, pengawasan terhadap Bank Syariah
dilakukan secara rangkap, berupa :
1. Pengawasan Umum.
Pengawasan umum terhadap Bank Syariah dilakukan oleh Bank Indonesia sama seperti
Bank Konvensional pada umumnya. Bank Indonesia bertindak mengawasi Bank
Syariah selaku pemegang otoritas pembina dan pengawas bank. Di samping itu, secara
internal Bank Syariah diawasi pula oleh Dewan Komisaris, Dewan Pengawas atau
Pengawas Bank lainnya.
2. Pengawasan Khusus.
Pengawasan khusus terhadap Bank Syariah dilakukan oleh Dewan Syariah Nasional
(DSN) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang terdapat pada setiap bank yang
menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah.
Fungsi Dewan Syariah Nasional (DSN), antara lain :
¢  Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah.
¢  Meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah.
¢  Memberikan rekomendasi para ulama yang ditugaskan sebagai Dewan Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan syariah.
¢  Memberikan teguran kepada lembaga keuangan syariah jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan.
¢  Mengawasi kegiatan usaha Bank Syariah agar sesuai dengan prinsip syariah.
¢  Membentuk pernyataan secara berkala (biasanya tiap tahun) bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah.
¢  Meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar